Sabtu, 06 September 2014

Museum Pura, Istana Mangkunegaran


Berwisata ke Kota Solo berarti mengunjungi obyek wisata berupa bangunan-bangunan bersejarah. Karena Solo adalah salah satu lanskap kebudayaan Jawa yang masih tersisa hingga saat ini. Salah satu yang jadi jujugan wajib wisatawan domestik dan mancanegara adalah kompleks bangunan Istana Mangkunegaran atau yang biasa dikenal sebagai Pura Mangkunegaran.


Istana Mangkunegaran Solo yang didirikan pada tahun 1757, pada masa kepimimpinan Raden Mas Said atau yang dikenal sebagai Pangeran Samber Nyawa, terletak di tengah pusat kota. Letak Istana Mangkunegaran berada di dalam kawasan Kelurahan Keprabon dan di kelilingi oleh Jalan Ronggowarsito, Jalan Kartini, Jalan Raden Mas Said dan Jalan Teuku Umar. Tepat di sebelah utara Pasar Antik Triwindu, Ngarsapura.

Berwisata ke obyek bersejarah ini berarti juga menyibak sedikit sejarah kerajaan dan kebudayaan Jawa. Termasuk di dalamnya sejarah Istana Mangkunegaran juga menjadi narasi selagi pemandu membawa wisatawan berkeliling menikmati bangunan-bangunan istana yang juga menyiratkan gaya arsitektur Eropa.



Kunjungan wisata Istana Mangkunegaran dapat dibagi ke dalam dua tahap. Menikmati arsitektur istana dan melihat koleksi Museum Pura Mangkunegaran. Kemegahan bangunan istana dapat ditengok dari bangunan pendapa “super” besar yang seolah menyambut kedatangan pengunjung begitu menginjakan kaki ke dalam kompleks istana setelah melewati loket tiket masuk istana.

Selain pendapa pengunjung juga akan diajak melihat beberapa bagian bangunan lain seperti taman di samping bangunan utama atau Dalem Ageng dan Bangsal Pracimayasa, sebuah ruang bersudut delapan yang digunakan untuk menjamu tamu. Selain di bangsal itu pengunjung juga akan diperbolehkan melihat ruang makan, ruang rias (Keputren) serta kamar mandi. Selain bangunan-bangunan di atas pengunjung juga akan menemui bermacam ornamen seperti patung yang berasal dari daratan Eropa hingga China.

Selain bangunan pengunjung akan dibawa pemandu menikmati istana secara lebih detil dengan berkeliling melihat koleksi Museum Pura Mangkunegaran yang tak lain berada di dalam Dalem Ageng. Di dalam Dalem Ageng pengunjung dapat melihat berbagai koleksi perhiasan, perlengkapan atau senjata milik raja-raja terdahulu. Hal yang perlu diketahui pengunjung bahwa di dalam ruang pamer ini pengunjung dilarang keras untuk mengambil gambar.




Koleksi unik yang tidak boleh terlewatkan di dalam museum itu bisa jadi koleksi perhiasan, uang logam kuno, hadiah pemberian berupa senjata, koleksi pusaka seperti keris, hingga peralatan makan dari kristal hingga perak. Koleksi yang tiada duanya seperti perlengkapan menari Bedaya, pusaka pring pethuk (bambu dengan bentuk seperti gada), atau badong (celana dalam dari logam mulia yang dikenakan raja dan permaisuri saat raja pergi berburu yang berfungsi menghindarkan diri dari perselingkuhan).

Wisata Pura Mangkunegaran akan sangat menyenangkan bagi pelancong karena lokasi di pusat kota memudahkan wisatawan menemukan tempat penginapan. Selain banyaknya hotel dekat Istana Mangkunegaran, lokasi ini juga tidak jauh dari beberapa guest house serta lokasi belanja suvenir dan kuliner.

Wisata Istana Mangkunegaran juga tidak membutuhkan biaya yang mahal. Tiket masuk Istana Mangkunegaran bisa didapatkan dengan harga Rp 10 ribu dan buka sepanjang minggu mulai jam 8:30 pagi hingga jam 14:00 siang.


Waktu yang tepat untuk memilih wisata Istana Mangkunegaran bisa jadi jatuh pada pertengahan bulan Mei. Pada pertengahan bulan itu Mangkunegaran biasa menggelar Mangkunegaran Performing Art dimana puluhan karya tari asli Mangkunegaran dipertunjukan untuk umum di Pendapa Ageng selama dua malam.






RUANGAN DI KRATON MANGKUNEGARAN

1.     PENDOPO
Pendopo Agung berukuran 3.500 meter persegi dengan lantai yang terbuat dari marmer dan merupakan hadiah dari Itali. Pada bagian depan pendopo juga terdapat patung singayang merupakan hadiah dari Benglin, Jerman. Pendopo yang dapat menampung lima sampai sepuluh ribu orang ini, selama bertahun-tahun dianggap pendopo yang terbesar di Indonesia. Tiang-tiang kayu berbentuk persegi yang menyangga atap joglo diambil dari pepohonan yang tumbuh di hutan Mangkunegaran, di daerah perbukitan Ndonoloyo, Wonogiri. Dimana keempat tiang tersebut berasal dari 1 pohon yang sama dan melalui sungai Bengawan Solo, keempat tiang tersebut dibawa dari perbukitan Wonogiri ke Kraton Mangkunegaran. Seluruh bangunan ini didirikan tanpa menggunakan paku. Pendopo ini digunakan untuk mengadakan resepsi dan sebagai tempat untuk pentas tari-tarian Jawa. Warna kuning dan hijau yang mendominasi pendopo adalah warna pari anom (padi muda), warna khas keluarga Mangkunegaran. Hiasan langit-langit pendopo yang berwarna terang melambangkan astrologi Hindu-Jawa. Dari langit-langit ini tergantung deretan lampu gantung antik yang merupakan hadiah dari Eropa. Lampu gantung ini dahulu menggunakan lilin dengan minyak kelapa, namun sekarang sudah diganti dengan listrik. Perlu diperhatikan lukisan-lukisan pada langit-langit di tengah pendopo. Lukisan tersebut dilukis oleh Liem Tho Hien pada tahun 1937 dan didesain oleh Mr. Karsten dari Belanda. Lukisan pada langit-langit di tengah pendopo tersebut bercorak batik yang disebut dengan batik ‘Muda Wati’. Dimana terdapat delapan warna dengan maksud dan arti tertentu. Delapan warna tersebut antara lain; warna kuning yang mempunyai maksud untuk mencegah rasa mengantuk, warna biru untuk mencegah musibah, warna hitam untuk mencegah lapar, warna hijau untuk mencegah frustasi, warna putih untuk mencegah pikiran seks birahi, warna orange untuk mencegah ketakutan, warna merah untuk mencegah kejahatan, dan warna yang terakhir adalah warna ungu untuk mencegah pikiran jahat. Pada mulanya orang yang hadir di pendopo harus duduk bersila di lantai. Kursi baru diperkenalkan pada akhir abad ke-19, pada saat pemerintahan Mangkunagara VI.
Di bagian Barat Pendopo terdapat empat set gamelan, satu digunakan secara rutin dan tiga lainnya digunakan hanya pada upacara khusus. Gamelan yang diselubungi kain hijau adalah Kyai Kanyut Mesem (tertarik untuk tersenyum), merupakan gamelan pusaka yang paling baik, paling lengkap dan paling sering dimainkan. Tiap hari Rabu pagi Kyai Kanyut Mesem ditabuh untuk latihan beksan, dan tiga kali dalam  sebulan diadakan siaran dari gamelan tersebut oleh RRI Solo. Kyai Kanyut Mesem telah berumur kira-kira 200 tahun.
Di samping Kyai Kanyut Mesem, di pendopo juga ditata tiga set gamelan yaitu Upacara Munggang, Corobalen dan Kodok Ngorek. Gamelan-gamelan ini ditabuh pada upacara-upacara tertentu saja, seperti penobatan, perkawinan, khitanan, pada saat menyambut kedatangan tamu agung. Setiap hari Sabtu pagi diadakan latihan memukul gamelan-gamelan tersebut. Gamelan-gamelan tersebut juga digunakan untuk mengiringi tari, salah satu tari yang biasa dipertontonkan di Pendopo ialah tari Srimpi. Biasanya tari Srimpi ditarikan oleh 4 orang penari atau lebih dan yang menari haruslah seorang gadis.
Menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi penari Serimpi melambangkan empat mata angin atau empat unsur dari dunia yaitu :
-          Grama (Api)
-          Angin (Udara)
-           (Air)
-          Bumi (Tanah)
Sedang nama peranannya Batak, Gulu, Dhada dan Buncit. Komposisinya segi empat yang melambangkan tiang Pendopo. Seperti Bedhaya, tari Srimpipun ada yang suci atau sakral yaitu Srimpi Anglir Mendhung. Serimpi merupakan seni yang adhiluhung serta dianggap pusaka Kraton. Tema yang ditampilkan pada tari Serimpi sebenarnya sama dengan tema pada tari Bedhaya Sanga, yaitu menggambarkan pertikaian antara dua hal yang bertentangan antara baik dengan buruk, antara benar dan salah antara akal manusia dan nafsu manusia.



2  PARINGGITAN   
Tempat di belakang pendopo terdapat sebuah beranda terbuka bernama Paringgitan, yang mempunyai tangga menuju Dalem Ageng, sebuah ruangan seluas 1.000 meter persegi, yang secara tradisional merupakan ruang tidur pengantin kerajaan, sekarang  berfungsi sebagai museum. Pada saat menuju Paringgitan kita akan disambut dengan lukisan, lukisan-lukisan tersebut tidak lain adalah gambar KGPAA. Mangkunagoro IX yang berhadapan dengan lukisan Gusti Kanjeng Putri, istri kedua Mangkunegaran IX. Yang kemudian disebelah lukisan Mangkunagoro VII yang berhadapan dengan istrinya, K.R. Timum. Selain memamerkan petanen (tempat persemayaman Dewi Sri) yang berlapiskan tenun sutera, yang menjadi pusat perhatian pengunjung, museum ini juga memamerkan perhiasan, senjata, pakaian, medali, perlengkapan wayang, uang logam, gambar raja-raja Mangkunagaran dan benda-benda seni. Di sebelah kanan dan kiri Paringgitan terdapat kamar untuk perempuan dan laki-laki. Di sebelah kanan Paringgitan digunakan untuk perempuan yang disebut balai Wasni, untuk laki-laki disebut balai Peni yang terdapat di sebelah kiri Paringgitan.

    DALEM AGENG
Dalem ageng merupakan tempat diadakannya upacara-upacara tradisional. Bangunannya berbentuk limasan (dengan 8 buah soko guru), tidak memiliki plafond, sehingga usuk-usuk dan reng-reng dapat dilihat, yang merupakan simbol dari matahari.
Di Dalem Ageng terdapat koleksi benda-benda purba, yang dikumpulkan mulai tahun 1926. Koleksi ini ditempatkan di almari kaca, seperti gelang, kalung, subang, anting-anting, rantai, badong dan sebagainya. Disamping koleksi tersebut, dipamerkan pula barang-barang ampilan upacara seperti: sumbu (tempat sapu tangan), tempat sirih, kecohan (tempat meludah), senjata-senjata kuno dan lain sebagainya , serta dua buah almari berisi pakaian-pakaian yang disepuh untuk tari-tarian Bedhoyo srimpi dan Langendriyan. Terdapat pula lukisan para Adipati yang pernah memegang tahta di istana Mangkunegaran mulai dari Mangkunagoro II hingga Mangkunagoro IX. Sedangkan Mangkunagoro I hanya dilambangkan dengan simbol matahari karena beliau tidak mau dilukis. Di tengah ruangan itu terdapat tempat yang bernama Trohongan untuk memuja Dewi Padi , setiap malam Jum’at kliwon diadakan pemujaan terhadap Dewi Padi dengan membawa persembahan berupa sesajian . Di sebelah kanan dan kirinya terdapat kamar yang digunakan untuk tempat istirahat putra dan putri raja . Kamar untuk laki – laki terletak di sebelah kiri Trohongan yang disebut Sentong kiri. Sedangkan kamar untuk perempuan yang terletak di sebelah kanan Trohongan yang disebut Sentong kanan. Di Trohongan juga terdapat dua patung, perempuan disebelah kanan, sedangkan yang laki-laki disebelah kiri, kedua patung ini disebut Loro Gloyo.
Semua koleksi barang tersebut ditempatkan di Dalem Ageng dan sekarang dapat dilihat oleh umum tetapi tidak dapat diabadikan, agar meningkatkan rasa harga diri bangsa, karena barang-barang tersebut merupakan hasil karya bangsa kita sendiri. Diantaranya, terdapat tata rias tari B. srimpi Sinari yang terbuat dari emas dan intan. Selain itu juga terdapat kipas yang pernah digunakan oleh Gusti Nurul Kusuma Wardani saat perkawinan seorang Belanda, yaitu Yuliani, dimana sang penari pada saat itu menari di Belanda, tetapi diiringi oleh gamelan di Pendopo.
Koleksi barang yang lain yaitu perlengkapan wanita, kebanyakan anting-anting putri. Di meja lain terdapat perlengkapan pria. Terdapat juga berbagai macam uang yang terbuat dari emas, uang yang besar rupiah, sedangkan yang kecil sen. Di tempat lain juga terdapat berbagai peralatan rumah tangga, diantaranya tempat gula, tempat susu, teh, kopi, wawidon untuk sirih, kumpeng, serutu, tempat untuk minum anggur. Selain peralatan rumah tangga, terdapat juga tempat gambir, injet, gunting serutu, gading dari Bali, dan replika Dasamuka. Barang-barang tersebut terbuat dari Kristal dan merupakan hadiah dari Eropa. Koleksi lain yang merupakan hadiah dari Jepang yaitu sebuah bola, dimana di dalam bola itu masih terdapat bola lain sampai 12 bola. Di dalam Dalem Ageng juga terdapat koleksi medali yang diantaranya dari Negara Cina, Belanda, dan Thailand. Diantara medali-medali tersebut juga terdapat salib dari Roma. Di meja lain juga ada pedang pemberian dari Jepang, Belanda, dan Turki.
Di Dalem Ageng juga ada tempat untuk sesaji. Di bagian tengah Puro Mangkunegaran di belakang Dalem Ageng, terdapat tempat pedesaan milik para bangsawan, sekarang digunakan oleh para keluarga keturunan raja. Taman di bagian dalam yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbunga dan semak-semak hias, juga merupakan cagar alam dengan sangkar berisi burung berkicau. Terdapat pula patung-patung klasik model Eropa, serta kupu-kupu berwarna-warni dengan air mancur yang bergerak-gerak di bawah sinar matahari. Menghadap ke taman terbuka adalah beranda dalem yang bersudut delapan, dimana terdapat tempat lilin dan perabotan Eropa yang indah. Kaca-kaca berbingkai emas terpasang berderet di dinding. Dari beranda menuju ke dalam tampak ruang makan dengan jendela kaca berwarna gambar yang berisi pemandangan alam Jawa, terdapat ruang ganti dan rias para putri raja serta kamar mandi yang indah.

     GARASI KERETA

Garasi kereta terletak di sebelah tenggara Istana Mangkunegaran. Di dalam ruangan tersebut terdapat enam buah kereta dan sebuah kurungan ayam yang sebenarnya digunakan untuk acara “tedak siti”. Acara ini merupakan acara syukuran bagi bayi berumur tujuh bulan yang pertama kali menginjakkan kaki di tanah.
Sedangkan keenam kereta yang ada di ruangan tersebut pernah digunakan dari tahun 1850 – 1944 atau pada masa pemerintahan Mangkunagoro IV hingga Mangkunagoro VIII. Kereta yang paling tua bernama Barouchet. Kereta ini mengalami perbaikan pada tahun 1860 -1880. Sedangkan kereta yang paling besar dan mewah bernama Kyai Condroretno. Kereta ini merupakan hadiah dari Deen Haag, Belanda dan pernah mengalami perbaikan pada tahun 1850 – 1860. Kyai Condroretno pernah digunakan pada acara pernikahan Mangkunagoro IX dengan istri pertamanya. Kereta yang ketiga bernama Landaulet yang merupakan hadiah dari Amsterdam, Belanda. Pernah mengalami perbaikan pada tahun 1913. Kereta yang keempat bernama Glaslaunder, hadiah dari Amsterdam, Belanda. Pernah mengalami perbaikan pada tahun 1890 – 1900. Dari keenam kereta tersebut, terdapat dua kereta yang sama, bernama Berline. Merupakan hadiah dari London, Inggris dan pernah mengalami perbaikan pada tahun 1880 – 1900.
Karena Istana Mangkunegaran memiliki obyek-obyek kebudayaan, maka diberi nama Obyek Wisata Budaya dan dibuka untuk umum sejak tahun 1968, dengan tujuan:
-          Untuk menyebarluaskan kebudayaan bangsa Indonesia pada umumnya dan kebudayaan Jawa khususnya.
-          Agar kebudayaan tersebut dapat dimengerti dan dimanfaatkan terutama oleh generasi penerus.
-          Untuk menambah pemasukan Istana Mangkunegaran guna biaya pemeliharaan benda-benda kebudayaan tersebut.

BENDA KOLEKSI DI ISTANA MANGKUNEGARAN
1.     MAKSUD DAN TUJUAN KOLEKSI

Maksud dan tujuan dari koleksi antara lain adalah untuk menunjukkan bahwa kebudayaan, adat serta peradaban bangsa kita dimasa lampau telah begitu tinggi dan maju. Dengan koleksi ini diharapkan kita dapat memperlihatkan sebagian dari budaya bangsa kita yang selama ini tenggelam. Kita mencoba untuk menghidupkannya kembali dengan menunjukkan kepada bangsa kita pada umumnya dan kepada generasi muda pada khususnya yang belum begitu mengenal peradaban bangsa kita di masa lampau.
Diharapkan akan menjadi kenyataan bahwa akan tiba masanya bahwa benda-benda peninggalan jaman kuno tidak lagi dianggap keramat, yang dapat mendatangkan keuntungan atau kesengsaraan, akan tetapi dinilai sebagai kebudayaan bangsa yang memiliki nilai budaya yang tinggi. Hal ini pada akhirnya bisa memainkan peranan dalam studi mengenai sejarah dan kebudayaan bangsa.
           
ASAL-USUL BENDA KOLEKSI

Dengan terus menerus membeli benda-benda dari perak dan emas yang dibuat oleh pandai emas Jawa Kuno diperoleh gambaran yang jelas bagaimana kemampuan mereka pada saat itu. Akan tetapi hal seperti itu tidak dapat untuk mengetahui secara pasti darimana asal benda-benda tersebut.
Koleksi benda-benda yang terbuat dari emas dibeli dari Surakarta dan Yogyakarta. Menurut catatan, asal-usul benda koleksi tersebut apabila ditemukan didalam wilayah praja Mangkunegaran kebanyakan berasal dari daerah sekitar Wonogiri. Hal ini sesuai dengan penemuan prasasti pada tahun 1933, yaitu berupa perahu ferry buatan tahun 903 M, yang bebas bea di daerah Bengawan Solo, dimana tempat tersebut sekarang bernama Wonogiri.
Seribu tahun yang lalu, letak keraton tidak begitu jauh ke Selatan, karena hubungan dengan India maupun dengan negara asing dilakukan di pantai Utara. Oleh karena itu, kita bisa menghubungkannya dengan asal usul benda emas di daerah Gunung Kidul dengan perahu ferry yang bebas bea masuk ke Bengawan Solo, yang barangkali bermaksud untuk memajukan perjalanan ziarah ke makam raja-raja dan pertapaan.
Untuk di daerah Yogyakarta ditemukan di Selatan ibukota Bantul, yang terletak dekat dengan candi-candi utama. Di daerah Surakarta diperoleh arca-arca di daerah candi Nusukan yang sekarang telah hilang. Konon, candi tersebut terletak di dekat jembatan kereta api di atas Sungai Kalianyar.
Tempat penemuan lain yaitu di Mojogedang, Sragen. Dahulu, disini terdapat kompleks kecil yang terdiri dari candi utama yang di depannya terdapat tiga monumen kecil. Di situs tersebut terdapat arca Siwa kepala tiga yang masih terdapat lingga dan yoni.
 


KEISTIMEWAAN


Pura Mangkunegaran memiliki luas 1000 meter persegi. Bangunan istana yang ada sekarang diperkirakan dibangun pada masa KGPAA Mangkunegara II yang memerintah antara 1804-1866. Bangunan istana ini terdiri dari 2 bangunan utama khas Jawa, yaitu Pendapa dengan bentuk joglo dan Dalem Agung dengan bentuk limasan. Warna resmi Pura Mangkunegaran adalah hijau dan kuningemas yang disebut pareanom (padi muda). Warna resmi ini dapat dilihat pada bendera, pataka (lambang-lambang pasukan), serta sindur (selendang) yang digunakan oleh abdi dalem maupun kerabat istana.

Memasuki halaman Pura Mangkunegaran, wisatawan akan disambut oleh lapangan rumput dengan kolam bulat ditengahnya. Halaman rumput ini merupakanbagian depan dari bangunan Pendapa.Pendapa Mangkunegaran berbentuk joglo dan ditopang oleh empat ska guru(tiang utama). Dahulu, tempat ini berfungsi sebagai lokasi untuk menerima tamu-tamu kerajaan. Namun, karena Pura Mangkunegaran tidak lagi berfungsi sebagai penguasa politik, maka pendapa ini sekarang lebih sering digunakan sebagai lokasi pementasan berbagai tarian khas Jawa.



Di sisi barat Pendapa terdapat seperangkat gamelan yang diselubungi kain hijau. Perangkat gamelan pusaka bernama Kyai Kanyut Mesem tersebut berusia sekitar 200 tahun. Selain Kyai Kanyut Mesem, terdapat upacara-upacara tertentu, seperti penobatan penguasa Praja Mangkunegaran yang baru, upacara perkawinan dan khitanan keluarga Mangkunegaran, serta upacara penyambutan tamu penting.


Tempat tinggal keluarga Mangkunegaran (pracimoyoso) berada di belakang Dalem Agung. Dahulu, antara pangeran dan putri Mangkunegaran tinggal di bangunan yang terpisah. Pada bagian timur disebelah Bale Peni yang digunakan sebagai tempat tinggal para pangeran, sedangkan pada bagian barat tersebut Bale Warni yang merupakan tempat tinggal putri-putri Mangkunegaran. Tempat tinggal keluarga Mangkunegaran ini nampak asri, dihiasi dengan halaman berumput dan patung-patung bergaya Eropa klasik.

Terdapat koleksi Rekso Pustoko yang didirikan pada 1867 oleh KGPAA Mangkunegaran IV. Rekso Pustoko sendiri bermakna merawat buku sehingga pembangunan perpustakaan ini dimaksudkan sebagai upaya istana untuk menjaga khazanah keilmuan yang berkembang di Pura Mangkunegaran.
 





Sumber:
http://anisavitri.wordpress.com/2011/06/24/keraton-mangkunegaran-surakarta-kebanggaan-wong-solo-kebanggaan-orang-indonesia-joglo-terbesar/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar