Berwisata
ke Kota Solo berarti mengunjungi obyek wisata berupa bangunan-bangunan
bersejarah. Karena Solo adalah salah satu lanskap kebudayaan Jawa yang masih
tersisa hingga saat ini. Salah satu yang jadi jujugan wajib wisatawan domestik
dan mancanegara adalah kompleks bangunan Istana Mangkunegaran atau yang biasa
dikenal sebagai Pura Mangkunegaran.
Istana
Mangkunegaran Solo yang didirikan pada tahun 1757, pada masa kepimimpinan Raden
Mas Said atau yang dikenal sebagai Pangeran Samber Nyawa, terletak di tengah
pusat kota. Letak Istana Mangkunegaran berada di dalam kawasan Kelurahan
Keprabon dan di kelilingi oleh Jalan Ronggowarsito, Jalan Kartini, Jalan Raden
Mas Said dan Jalan Teuku Umar. Tepat di sebelah utara Pasar Antik Triwindu,
Ngarsapura.
Berwisata
ke obyek bersejarah ini berarti juga menyibak sedikit sejarah kerajaan dan
kebudayaan Jawa. Termasuk di dalamnya sejarah Istana Mangkunegaran juga menjadi
narasi selagi pemandu membawa wisatawan berkeliling menikmati bangunan-bangunan
istana yang juga menyiratkan gaya arsitektur Eropa.
Kunjungan
wisata Istana Mangkunegaran dapat dibagi ke dalam dua tahap. Menikmati
arsitektur istana dan melihat koleksi Museum Pura Mangkunegaran. Kemegahan
bangunan istana dapat ditengok dari bangunan pendapa “super” besar yang seolah
menyambut kedatangan pengunjung begitu menginjakan kaki ke dalam kompleks
istana setelah melewati loket tiket masuk istana.
Selain
pendapa pengunjung juga akan diajak melihat beberapa bagian bangunan lain
seperti taman di samping bangunan utama atau Dalem Ageng dan Bangsal
Pracimayasa, sebuah ruang bersudut delapan yang digunakan untuk menjamu tamu.
Selain di bangsal itu pengunjung juga akan diperbolehkan melihat ruang makan,
ruang rias (Keputren) serta kamar mandi. Selain bangunan-bangunan di atas pengunjung
juga akan menemui bermacam ornamen seperti patung yang berasal dari daratan
Eropa hingga China.
Selain
bangunan pengunjung akan dibawa pemandu menikmati istana secara lebih detil
dengan berkeliling melihat koleksi Museum Pura Mangkunegaran yang tak lain
berada di dalam Dalem Ageng. Di dalam Dalem Ageng pengunjung dapat melihat
berbagai koleksi perhiasan, perlengkapan atau senjata milik raja-raja
terdahulu. Hal yang perlu diketahui pengunjung bahwa di dalam ruang pamer ini
pengunjung dilarang keras untuk mengambil gambar.
Koleksi
unik yang tidak boleh terlewatkan di dalam museum itu bisa jadi koleksi
perhiasan, uang logam kuno, hadiah pemberian berupa senjata, koleksi pusaka
seperti keris, hingga peralatan makan dari kristal hingga perak. Koleksi yang
tiada duanya seperti perlengkapan menari Bedaya, pusaka pring pethuk
(bambu dengan bentuk seperti gada), atau badong (celana dalam dari logam
mulia yang dikenakan raja dan permaisuri saat raja pergi berburu yang berfungsi
menghindarkan diri dari perselingkuhan).
Wisata
Pura Mangkunegaran akan sangat menyenangkan bagi pelancong karena lokasi di
pusat kota memudahkan wisatawan menemukan tempat penginapan. Selain banyaknya
hotel dekat Istana Mangkunegaran, lokasi ini juga tidak jauh dari beberapa guest
house serta lokasi belanja suvenir dan kuliner.
Wisata
Istana Mangkunegaran juga tidak membutuhkan biaya yang mahal. Tiket masuk
Istana Mangkunegaran bisa didapatkan dengan harga Rp 10 ribu dan buka sepanjang
minggu mulai jam 8:30 pagi hingga jam 14:00 siang.
Waktu
yang tepat untuk memilih wisata Istana Mangkunegaran bisa jadi jatuh pada
pertengahan bulan Mei. Pada pertengahan bulan itu Mangkunegaran biasa menggelar
Mangkunegaran Performing Art dimana puluhan karya tari asli Mangkunegaran
dipertunjukan untuk umum di Pendapa Ageng selama dua malam.
ASAL-USUL BENDA KOLEKSI
KEISTIMEWAAN
RUANGAN
DI KRATON MANGKUNEGARAN
1. PENDOPO
Pendopo Agung berukuran 3.500 meter
persegi dengan lantai yang terbuat dari marmer dan merupakan hadiah dari Itali.
Pada bagian depan pendopo juga terdapat patung singayang merupakan hadiah dari
Benglin, Jerman. Pendopo yang dapat menampung lima sampai sepuluh ribu orang
ini, selama bertahun-tahun dianggap pendopo yang terbesar di Indonesia.
Tiang-tiang kayu berbentuk persegi yang menyangga atap joglo diambil dari
pepohonan yang tumbuh di hutan Mangkunegaran, di daerah perbukitan Ndonoloyo,
Wonogiri. Dimana keempat tiang tersebut berasal dari 1 pohon yang sama dan
melalui sungai Bengawan Solo, keempat tiang tersebut dibawa dari perbukitan
Wonogiri ke Kraton Mangkunegaran. Seluruh bangunan ini didirikan tanpa
menggunakan paku. Pendopo ini digunakan untuk mengadakan resepsi dan sebagai
tempat untuk pentas tari-tarian Jawa. Warna kuning dan hijau yang mendominasi
pendopo adalah warna pari anom (padi muda), warna khas keluarga Mangkunegaran.
Hiasan langit-langit pendopo yang berwarna terang melambangkan astrologi
Hindu-Jawa. Dari langit-langit ini tergantung deretan lampu gantung antik yang
merupakan hadiah dari Eropa. Lampu gantung ini dahulu menggunakan lilin dengan
minyak kelapa, namun sekarang sudah diganti dengan listrik. Perlu diperhatikan
lukisan-lukisan pada langit-langit di tengah pendopo. Lukisan tersebut dilukis
oleh Liem Tho Hien pada tahun 1937 dan didesain oleh Mr. Karsten dari Belanda.
Lukisan pada langit-langit di tengah pendopo tersebut bercorak batik yang
disebut dengan batik ‘Muda Wati’. Dimana terdapat delapan warna dengan maksud
dan arti tertentu. Delapan warna tersebut antara lain; warna kuning yang
mempunyai maksud untuk mencegah rasa mengantuk, warna biru untuk mencegah
musibah, warna hitam untuk mencegah lapar, warna hijau untuk mencegah frustasi,
warna putih untuk mencegah pikiran seks birahi, warna orange untuk mencegah
ketakutan, warna merah untuk mencegah kejahatan, dan warna yang terakhir adalah
warna ungu untuk mencegah pikiran jahat. Pada mulanya orang yang hadir di
pendopo harus duduk bersila di lantai. Kursi baru diperkenalkan pada akhir abad
ke-19, pada saat pemerintahan Mangkunagara VI.
Di bagian Barat Pendopo terdapat empat
set gamelan, satu digunakan secara rutin dan tiga lainnya digunakan hanya pada
upacara khusus. Gamelan yang diselubungi kain hijau adalah Kyai Kanyut Mesem
(tertarik untuk tersenyum), merupakan gamelan pusaka yang paling baik, paling
lengkap dan paling sering dimainkan. Tiap hari Rabu pagi Kyai Kanyut Mesem
ditabuh untuk latihan beksan, dan tiga kali dalam sebulan diadakan siaran
dari gamelan tersebut oleh RRI Solo. Kyai Kanyut Mesem telah berumur kira-kira
200 tahun.
Di samping Kyai Kanyut Mesem, di
pendopo juga ditata tiga set gamelan yaitu Upacara Munggang, Corobalen dan
Kodok Ngorek. Gamelan-gamelan ini ditabuh pada upacara-upacara tertentu saja,
seperti penobatan, perkawinan, khitanan, pada saat menyambut kedatangan tamu
agung. Setiap hari Sabtu pagi diadakan latihan memukul gamelan-gamelan
tersebut. Gamelan-gamelan tersebut juga digunakan untuk mengiringi tari, salah
satu tari yang biasa dipertontonkan di Pendopo ialah tari Srimpi. Biasanya tari
Srimpi ditarikan oleh 4 orang penari atau lebih dan yang menari haruslah
seorang gadis.
Menurut Kanjeng Brongtodiningrat,
komposisi penari Serimpi melambangkan empat mata angin atau empat unsur dari
dunia yaitu :
-
Grama
(Api)
-
Angin
(Udara)
-
(Air)
-
Bumi
(Tanah)
Sedang nama
peranannya Batak, Gulu, Dhada dan Buncit. Komposisinya segi empat yang
melambangkan tiang Pendopo. Seperti Bedhaya, tari Srimpipun ada yang suci atau
sakral yaitu Srimpi Anglir Mendhung. Serimpi merupakan seni yang adhiluhung
serta dianggap pusaka Kraton. Tema yang ditampilkan pada tari Serimpi
sebenarnya sama dengan tema pada tari Bedhaya Sanga, yaitu menggambarkan
pertikaian antara dua hal yang bertentangan antara baik dengan buruk, antara
benar dan salah antara akal manusia dan nafsu manusia.
2 PARINGGITAN
Tempat di belakang pendopo terdapat
sebuah beranda terbuka bernama Paringgitan, yang mempunyai tangga menuju Dalem
Ageng, sebuah ruangan seluas 1.000 meter persegi, yang secara tradisional
merupakan ruang tidur pengantin kerajaan, sekarang berfungsi sebagai
museum. Pada saat menuju Paringgitan kita akan disambut dengan lukisan,
lukisan-lukisan tersebut tidak lain adalah gambar KGPAA. Mangkunagoro IX yang
berhadapan dengan lukisan Gusti Kanjeng Putri, istri kedua Mangkunegaran IX.
Yang kemudian disebelah lukisan Mangkunagoro VII yang berhadapan dengan
istrinya, K.R. Timum. Selain memamerkan petanen (tempat persemayaman Dewi Sri)
yang berlapiskan tenun sutera, yang menjadi pusat perhatian pengunjung, museum
ini juga memamerkan perhiasan, senjata, pakaian, medali, perlengkapan wayang,
uang logam, gambar raja-raja Mangkunagaran dan benda-benda seni. Di sebelah
kanan dan kiri Paringgitan terdapat kamar untuk perempuan dan laki-laki. Di
sebelah kanan Paringgitan digunakan untuk perempuan yang disebut balai Wasni,
untuk laki-laki disebut balai Peni yang terdapat di sebelah kiri Paringgitan.
DALEM AGENG
Dalem ageng merupakan tempat
diadakannya upacara-upacara tradisional. Bangunannya berbentuk limasan (dengan
8 buah soko guru), tidak memiliki plafond, sehingga usuk-usuk dan reng-reng
dapat dilihat, yang merupakan simbol dari matahari.
Di Dalem Ageng
terdapat koleksi benda-benda purba, yang dikumpulkan mulai tahun 1926. Koleksi
ini ditempatkan di almari kaca, seperti gelang, kalung, subang, anting-anting,
rantai, badong dan sebagainya. Disamping koleksi tersebut, dipamerkan pula
barang-barang ampilan upacara seperti: sumbu (tempat sapu tangan), tempat
sirih, kecohan (tempat meludah), senjata-senjata kuno dan lain sebagainya , serta
dua buah almari berisi pakaian-pakaian yang disepuh untuk tari-tarian Bedhoyo
srimpi dan Langendriyan. Terdapat pula lukisan para Adipati yang pernah
memegang tahta di istana Mangkunegaran mulai dari Mangkunagoro II hingga
Mangkunagoro IX. Sedangkan Mangkunagoro I hanya dilambangkan dengan simbol
matahari karena beliau tidak mau dilukis. Di tengah ruangan itu terdapat tempat
yang bernama Trohongan untuk memuja Dewi Padi , setiap malam Jum’at kliwon
diadakan pemujaan terhadap Dewi Padi dengan membawa persembahan berupa sesajian
. Di sebelah kanan dan kirinya terdapat kamar yang digunakan untuk tempat
istirahat putra dan putri raja . Kamar untuk laki – laki terletak di sebelah
kiri Trohongan yang disebut Sentong kiri. Sedangkan kamar untuk perempuan yang terletak
di sebelah kanan Trohongan yang disebut Sentong kanan. Di Trohongan juga
terdapat dua patung, perempuan disebelah kanan, sedangkan yang laki-laki
disebelah kiri, kedua patung ini disebut Loro Gloyo.
Semua koleksi barang
tersebut ditempatkan di Dalem Ageng dan sekarang dapat dilihat oleh umum tetapi
tidak dapat diabadikan, agar meningkatkan rasa harga diri bangsa, karena
barang-barang tersebut merupakan hasil karya bangsa kita sendiri. Diantaranya,
terdapat tata rias tari B. srimpi Sinari yang terbuat dari emas dan intan.
Selain itu juga terdapat kipas yang pernah digunakan oleh Gusti Nurul Kusuma
Wardani saat perkawinan seorang Belanda, yaitu Yuliani, dimana sang penari pada
saat itu menari di Belanda, tetapi diiringi oleh gamelan di Pendopo.
Koleksi barang yang
lain yaitu perlengkapan wanita, kebanyakan anting-anting putri. Di meja lain
terdapat perlengkapan pria. Terdapat juga berbagai macam uang yang terbuat dari
emas, uang yang besar rupiah, sedangkan yang kecil sen. Di tempat lain juga
terdapat berbagai peralatan rumah tangga, diantaranya tempat gula, tempat susu,
teh, kopi, wawidon untuk sirih, kumpeng, serutu, tempat untuk minum anggur.
Selain peralatan rumah tangga, terdapat juga tempat gambir, injet, gunting
serutu, gading dari Bali, dan replika Dasamuka. Barang-barang tersebut terbuat
dari Kristal dan merupakan hadiah dari Eropa. Koleksi lain yang merupakan
hadiah dari Jepang yaitu sebuah bola, dimana di dalam bola itu masih terdapat
bola lain sampai 12 bola. Di dalam Dalem Ageng juga terdapat koleksi medali
yang diantaranya dari Negara Cina, Belanda, dan Thailand. Diantara
medali-medali tersebut juga terdapat salib dari Roma. Di meja lain juga ada
pedang pemberian dari Jepang, Belanda, dan Turki.
Di Dalem Ageng juga
ada tempat untuk sesaji. Di bagian tengah Puro Mangkunegaran di belakang Dalem
Ageng, terdapat tempat pedesaan milik para bangsawan, sekarang digunakan oleh
para keluarga keturunan raja. Taman di bagian dalam yang ditumbuhi pohon-pohon
yang berbunga dan semak-semak hias, juga merupakan cagar alam dengan sangkar
berisi burung berkicau. Terdapat pula patung-patung klasik model Eropa, serta
kupu-kupu berwarna-warni dengan air mancur yang bergerak-gerak di bawah sinar
matahari. Menghadap ke taman terbuka adalah beranda dalem yang bersudut
delapan, dimana terdapat tempat lilin dan perabotan Eropa yang indah. Kaca-kaca
berbingkai emas terpasang berderet di dinding. Dari beranda menuju ke dalam
tampak ruang makan dengan jendela kaca berwarna gambar yang berisi pemandangan
alam Jawa, terdapat ruang ganti dan rias para putri raja serta kamar mandi yang
indah.
GARASI KERETA
Garasi kereta
terletak di sebelah tenggara Istana Mangkunegaran. Di dalam ruangan tersebut
terdapat enam buah kereta dan sebuah kurungan ayam yang sebenarnya digunakan
untuk acara “tedak siti”. Acara ini merupakan acara syukuran bagi bayi berumur
tujuh bulan yang pertama kali menginjakkan kaki di tanah.
Sedangkan keenam
kereta yang ada di ruangan tersebut pernah digunakan dari tahun 1850 – 1944
atau pada masa pemerintahan Mangkunagoro IV hingga Mangkunagoro VIII. Kereta
yang paling tua bernama Barouchet. Kereta ini mengalami perbaikan pada tahun
1860 -1880. Sedangkan kereta yang paling besar dan mewah bernama Kyai
Condroretno. Kereta ini merupakan hadiah dari Deen Haag, Belanda dan pernah
mengalami perbaikan pada tahun 1850 – 1860. Kyai Condroretno pernah digunakan
pada acara pernikahan Mangkunagoro IX dengan istri pertamanya. Kereta yang
ketiga bernama Landaulet yang merupakan hadiah dari Amsterdam, Belanda. Pernah
mengalami perbaikan pada tahun 1913. Kereta yang keempat bernama Glaslaunder,
hadiah dari Amsterdam, Belanda. Pernah mengalami perbaikan pada tahun 1890 –
1900. Dari keenam kereta tersebut, terdapat dua kereta yang sama, bernama
Berline. Merupakan hadiah dari London, Inggris dan pernah mengalami perbaikan
pada tahun 1880 – 1900.
Karena Istana
Mangkunegaran memiliki obyek-obyek kebudayaan, maka diberi nama Obyek Wisata
Budaya dan dibuka untuk umum sejak tahun 1968, dengan tujuan:
-
Untuk
menyebarluaskan kebudayaan bangsa Indonesia pada umumnya dan kebudayaan Jawa
khususnya.
-
Agar
kebudayaan tersebut dapat dimengerti dan dimanfaatkan terutama oleh generasi
penerus.
-
Untuk
menambah pemasukan Istana Mangkunegaran guna biaya pemeliharaan benda-benda
kebudayaan tersebut.
BENDA KOLEKSI DI ISTANA MANGKUNEGARAN
1. MAKSUD DAN TUJUAN KOLEKSI
Maksud dan tujuan
dari koleksi antara lain adalah untuk menunjukkan bahwa kebudayaan, adat serta
peradaban bangsa kita dimasa lampau telah begitu tinggi dan maju. Dengan
koleksi ini diharapkan kita dapat memperlihatkan sebagian dari budaya bangsa
kita yang selama ini tenggelam. Kita mencoba untuk menghidupkannya kembali
dengan menunjukkan kepada bangsa kita pada umumnya dan kepada generasi muda
pada khususnya yang belum begitu mengenal peradaban bangsa kita di masa lampau.
Diharapkan akan
menjadi kenyataan bahwa akan tiba masanya bahwa benda-benda peninggalan jaman
kuno tidak lagi dianggap keramat, yang dapat mendatangkan keuntungan atau
kesengsaraan, akan tetapi dinilai sebagai kebudayaan bangsa yang memiliki nilai
budaya yang tinggi. Hal ini pada akhirnya bisa memainkan peranan dalam studi
mengenai sejarah dan kebudayaan bangsa.
Dengan terus menerus
membeli benda-benda dari perak dan emas yang dibuat oleh pandai emas Jawa Kuno
diperoleh gambaran yang jelas bagaimana kemampuan mereka pada saat itu. Akan
tetapi hal seperti itu tidak dapat untuk mengetahui secara pasti darimana asal
benda-benda tersebut.
Koleksi benda-benda
yang terbuat dari emas dibeli dari Surakarta dan Yogyakarta. Menurut catatan,
asal-usul benda koleksi tersebut apabila ditemukan didalam wilayah praja
Mangkunegaran kebanyakan berasal dari daerah sekitar Wonogiri. Hal ini sesuai
dengan penemuan prasasti pada tahun 1933, yaitu berupa perahu ferry buatan
tahun 903 M, yang bebas bea di daerah Bengawan Solo, dimana tempat tersebut
sekarang bernama Wonogiri.
Seribu tahun yang
lalu, letak keraton tidak begitu jauh ke Selatan, karena hubungan dengan India
maupun dengan negara asing dilakukan di pantai Utara. Oleh karena itu, kita
bisa menghubungkannya dengan asal usul benda emas di daerah Gunung Kidul dengan
perahu ferry yang bebas bea masuk ke Bengawan Solo, yang barangkali bermaksud
untuk memajukan perjalanan ziarah ke makam raja-raja dan pertapaan.
Untuk di daerah
Yogyakarta ditemukan di Selatan ibukota Bantul, yang terletak dekat dengan
candi-candi utama. Di daerah Surakarta diperoleh arca-arca di daerah candi
Nusukan yang sekarang telah hilang. Konon, candi tersebut terletak di dekat
jembatan kereta api di atas Sungai Kalianyar.
Tempat penemuan lain
yaitu di Mojogedang, Sragen. Dahulu, disini terdapat kompleks kecil yang
terdiri dari candi utama yang di depannya terdapat tiga monumen kecil. Di situs
tersebut terdapat arca Siwa kepala tiga yang masih terdapat lingga dan yoni.
KEISTIMEWAAN
Pura Mangkunegaran memiliki luas 1000 meter persegi. Bangunan
istana yang ada sekarang diperkirakan dibangun pada masa KGPAA Mangkunegara II
yang memerintah antara 1804-1866. Bangunan istana ini terdiri dari 2 bangunan
utama khas Jawa, yaitu Pendapa dengan bentuk joglo dan Dalem Agung dengan
bentuk limasan. Warna resmi Pura Mangkunegaran adalah hijau dan kuningemas yang
disebut pareanom (padi muda). Warna resmi
ini dapat dilihat pada bendera, pataka (lambang-lambang pasukan), serta sindur
(selendang) yang digunakan oleh abdi dalem maupun kerabat istana.
Memasuki halaman Pura Mangkunegaran, wisatawan akan
disambut oleh lapangan rumput dengan kolam bulat ditengahnya. Halaman rumput
ini merupakanbagian depan dari bangunan Pendapa.Pendapa Mangkunegaran berbentuk
joglo dan ditopang oleh empat ska guru(tiang utama). Dahulu, tempat ini
berfungsi sebagai lokasi untuk menerima tamu-tamu kerajaan. Namun, karena Pura
Mangkunegaran tidak lagi berfungsi sebagai penguasa politik, maka pendapa ini
sekarang lebih sering digunakan sebagai lokasi pementasan berbagai tarian khas
Jawa.
Di sisi barat Pendapa terdapat seperangkat gamelan yang
diselubungi kain hijau. Perangkat gamelan pusaka bernama Kyai Kanyut Mesem
tersebut berusia sekitar 200 tahun. Selain Kyai Kanyut Mesem, terdapat
upacara-upacara tertentu, seperti penobatan penguasa Praja Mangkunegaran yang
baru, upacara perkawinan dan khitanan keluarga Mangkunegaran, serta upacara
penyambutan tamu penting.
Tempat tinggal keluarga Mangkunegaran (pracimoyoso)
berada di belakang Dalem Agung. Dahulu, antara pangeran dan putri Mangkunegaran
tinggal di bangunan yang terpisah. Pada bagian timur disebelah Bale Peni yang
digunakan sebagai tempat tinggal para pangeran, sedangkan pada bagian barat
tersebut Bale Warni yang merupakan tempat tinggal putri-putri Mangkunegaran. Tempat
tinggal keluarga Mangkunegaran ini nampak asri, dihiasi dengan halaman berumput
dan patung-patung bergaya Eropa klasik.
Terdapat koleksi Rekso Pustoko yang didirikan pada 1867
oleh KGPAA Mangkunegaran IV. Rekso Pustoko sendiri bermakna merawat buku
sehingga pembangunan perpustakaan ini dimaksudkan sebagai upaya istana untuk
menjaga khazanah keilmuan yang berkembang di Pura Mangkunegaran.
Sumber:
http://anisavitri.wordpress.com/2011/06/24/keraton-mangkunegaran-surakarta-kebanggaan-wong-solo-kebanggaan-orang-indonesia-joglo-terbesar/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar